PENGANGKUTAN LAUT (KUHD)
1 Pengertian
Sifat dasar dari perjanjian pengangkutan
merupakan perjanjian campuran (jasa dan
pemborongan), timbal balik (para pihak mempunyai kewajiban untuk melakukan
dan berhak memperoleh prestasi) dan konsensual (perjanjian pengangkutan sah
terjadinya kesepakatan)
2. Para Pihak:
·
Pengangkut
·
Pengusaha kapal
·
PEngangkut yang bukan pengusaha kapal
·
Pihak yang mencarterkan (Vervrachter)
·
Pihak Pencarter (bevrachter)
3. Pengangkut
Pasal
466 KUHD:
Ia yang mengikatkan diri dengan perjanjian
carter waktu carter perjalanan dan pengangkutan barang potongan
Kewajiban
dan Tanggung
Jawab Pengangkut
Pasal
467:
Pengangkut dalam batas-batas yang layak,
bebas dalam memilih alat pengangkutannya,
kecuali bila diperjanjikan suatu alat pengangkutan tertentu.
Pasal
468:
Perjanjian pengangkutan menjanjinkan
pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat
penerimaan sampai saat penyerahannya.
Pengangkut harus mengganti kerugian
karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada
kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya bamng itu
seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu keiadian
yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya,
keadaannya atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim.
Ia bertanggungjawab atas tindakan orang
yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang digunakannya dalam pengangkutan
itu
Pasal
470.
Pengangkut tidak bebas untuk
mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggungjawab atau bertanggungjawab tidak
lebih daripada sampai jumlah yang terbatas untuk kerugian yang disebabkan
karena kurang cakupnya usaha untuk pemeliharaan, periengkapan atau pemberian
awak untuk alat pengangkutnya, atau untuk kecocokannya bagi pengangkutan yang
diperjanjikan, maupun karena perlakuan yang keliru atau penjagaan yang kurang
cukup terhadap barang itu. Persyaratan yang bermaksud demikian adalah batal.
Namun pengangkut berwenang untuk
mempersyaratkan, bahwa ia tidak akan bertanggungjawab untuk tidak lebih dari
suatu jumlah tertentu atas tiap-tiap barang yang diangkut, kecuali bila
kepadanya diberitahukan tentang sifat dan nilai barangnya sebelum atau pada
waktu penerimaan. Jumlah ini tidak boleh ditetapkan lebih rendah dari f. 600,-.
Pengangkut di samping itu dapat
mempersyaratkan, bahwa ia tidak wajib mengganti kerugian, bila kepadanya
diberitahukan sifat dan nilai barangnya dengan sengaja secara keliru.
Pasal
470a.
Persyaratan untuk membatasi tanggung
jawab pengangkut dalam hal apa pun tidak membebaskannya untuk membuktikan,
bahwa untuk pemelihaman, perlengkapan atau pemberian awak untuk alat
pengangkutan yang diperja4ikan telah cukup diusahakan, bila ternyata, bahwa
kerugian itu adalah akibat dari cacat alat pengangkutannya atau tatanannya.
Pasal
477.
Pengangkut bertanggungjawab untuk
kerugian yang disebabkan oleh penyerahan barang yang terlambat, kecuali bila
ia membuktikan, bahwa kelerlambatan itu adalah akibat suatu kejadian yang
selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya.
Pengusaha
Kapal
Pasal
320 KUHD:
“Dia yang memakai sebuah kapal guna
pelayaran di laut dan mengemudi kannya sendiri atau suruh mengemudikannya
oleh seorang nahkoda yang bekerja padanya”
Pasal tersebut tidak mensyaratkan
pemilikan atas kapal oleh pengusaha kapal, namun ia dapat menggunakannya saja
(hak eksploitasi)
Pasal
321 KUHD
:
Pengusaha terikat oleh segala perbuatan
hokum yang dilakukan oleh mereka yang bekerja tetap/sementara pada kapalnya.
Oleh karenanya ia juga bertanggung jawab atas segala kerugian yang
ditimbulkan pada pihak ketiga
Perjanjian Pengankutan Laut Menurut KUHDagang:
·
Perjanjian Carter Menurut Waktu
·
Perjanjian
Carter Menurut Perjalanan
·
Perjanjian Pengangkutan Barang Potongan
Perjanjian Carter Menurut Waktu:
Pasal
453 (2) KUHD, Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter
untuk:
o
Waktu tertentu
o
Menyediakan sebuah kapal tertentu
o
Kapalnya untuk pelayaran di laut bagi
Bevrachter
o
Pembayaran harga yang dihitung
berdasarkan waktu
Kewajiban
pengangkut
·
Pasal 453 (2) Menyediakan sebuah kapal
tertentu menurut waktu tertentu
·
Pasal 470 jes 459 (4), 308 (3) KUHD
·
Kesanggupan atas Kapal meliputi mesin dan
perlengkapan (terpelihara/lengkap) dan ABK (cukup dan cakap)
·
Pasal 460 (1) kewajiban pencarter untuk
memelihara, melengkapi dan menganakbuahi
Perjanjian
Carter menurut Perjalanan
Pasal
453 (3) KUHD Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk
·
Menyediakan sebuah kapal tertentu
·
Seluruhnya atau sebagian dari kapal
·
Untuk pengangkutan orang/barang melalui
lautan
·
Pembayaran harga berdasarkan jumlah perjalanan
Kewajiban
Pengangkut
·
Menyediakan kapal tertentu atau beberapa
ruanagan dalam kapal tersebut
·
Pasal 453 (2) KUHD
·
Pasal 459 (4): terpelihara dengan baik,
diperlengkapi,sanggup untuk pemakaian
·
Pasal 470 (1)
1
Perjanjian Pengankutan Barang Potongan
·
Pasal 520g KUHD: Pengankutan barang
berdasarkan perjanjian selain daripada perjanjian carter kapal
·
Kapalnya tidak perlu tertentu seperti
perjanjian carter
+ Kewajiban
Pengangkut
·
Pasal 468 (1) KUHD
·
Pasal 470 (1)
·
Mengusahakan kesanggupan kapalnya untuk
dipakai sesuai perjanjian
·
Harus benar dalam memperlakukan muatan,
dan melakukan penjagaan terhadap barang yang diangkutnya
·
Yang diutamakan adalah
barang/muatan/cargonya sebagai objek perjanjian
Tuntutan
Ganti Rugi
Jangka
Waktu pengajuan
Diajukan dalam waktu satu tahun sejak
barang diserahkan, atau sejak hari barang tersebut seharusnya diserahkan
(pasal 487 KUHD)
·
Hak previlige: kedudukan si penerima
barang didahulukan atas upah pengangkutan, tapi setelah piutang2 yang
diistimewakan dalam pasal 316 KUHD ia meminta sita atas pengangkutan terlebih
dahulu dalam jangka waktu satu tahun
·
Tuntutan diajukan kepada ketua pengadilan
negeri setempat, diaman terjadinya penyerahan barang dari pengangkut kepada
penerima barang
|
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Angka 3
Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut
dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal.
Pasal 38
(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau
barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.
Kewajiban dan Tanggung Jawab
Pengangkut
Wajib Angkut
Pasal 38
(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau
barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.
(2) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan
dengan karcis penumpang dan dokumen muatan.
(3) Dalam keadaan tertentu Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional.
Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib angkut
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tanggung Jawab Pengangkut
Pasal 40
(1) Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan
dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.
(2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal
sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau
perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.
Pasal 41
(1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan
sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa:
a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga.
(2) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya,
perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh
tanggung jawabnya.
(3) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melaksanakan asuransi perlindungan
dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010
TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN
KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB
PENGANGKUT
Bagian Kesatu
Wajib Angkut
Pasal 177
(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut
penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam
perjanjian pengangkutan.
(2) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuktikan dengan karcis penumpang atau dokumen muatan.
(3) Sebelum melaksanakan pengangkutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), perusahaan angkutan di perairan harus memastikan:
a. sarana angkutan kapal telah memenuhi persyaratan kelaiklautan;
b. sarana angkutan kapal telah diisi bahan bakar dan
air tawar yang cukup serta dilengkapi dengan pasokan logistik;
c. ruang penumpang, ruang muatan, ruang pendingin, dan
tempat penyimpanan lain di kapal cukup memadai dan aman untuk ditempati
penumpang dan/atau dimuati barang; dan
d. cara pemuatan, penanganan, penyimpanan, penumpukan,
dan pembongkaran barang dan/atau naik atau turun penumpang dilakukan secara
cermat dan berhati-hati.
Pasal 178
(1) Pada saat menyerahkan barang untuk diangkut,
pemilik atau pengirim barang harus:
a. memberitahu pengangkut mengenai ciri-ciri umum barang
yang akan diangkut dan cara penanganannya apabila pengangkut menghendaki
demikian; dan
b. memberi tanda atau label secara memadai terhadap barang
khusus serta barang berbahaya dan beracun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemilik atau pengirim barang bertanggung jawab sepenuhnya
mengenai kebenaran pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan perusahaan angkutan di perairan berhak menolak untuk mengangkut barang
apabila pemilik barang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 179
(1) Dalam keadaan tertentu Pemerintah memobilisasi armada
niaga nasional.
(2) Pelaksanaan mobilisasi armada niaga nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tanggung Jawab Pengangkut
Pasal 180
(1) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung
jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang
diangkutnya.
(2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung
jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan
dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah
disepakati.
Pasal 181
(1) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung
jawab atas akibat yang ditimbulkan oleh pengoperasian kapalnya.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan terhadap:
a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang
yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga.
(3) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan
tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan melaksanakan
asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Batas tanggung jawab untuk pengangkutan barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama
antara pengguna dan penyedia jasa sesuai dengan perjanjian angkutan atau sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Batas tanggung jawab keterlambatan angkutan penumpang
dan/atau barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditetapkan
berdasarkan kesepakatan bersama antara pengguna dan penyedia jasa sesuai
dengan perjanjian angkutan atau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6) Batas tanggung jawab atas kerugian pihak ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(7) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d bukan
disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan
sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.
Pasal 182
(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib memberikan
fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di
bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.
(2) Fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa penyediaan:
a. sarana khusus bagi penyandang cacat untuk naik ke
atau turun dari kapal;
b. sarana khusus bagi penyandang cacat selama di kapal;
c. sarana bantu bagi orang sakit yang
pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur; dan
d. fasilitas khusus bagi penumpang yang mengidap penyakit
menular.
(3) Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa pemberian prioritas:
a. untuk mendapatkan tiket angkutan; dan
b. pelayanan untuk naik ke dan turun dari kapal.
(4) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.
Pasal 183
Ketentuan lebih lanjut mengenai
standar fasilitas dan kemudahan bagi penumpang penyandang cacat, wanita
hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia
diatur dengan Peraturan Menteri.
|
0 komentar:
Posting Komentar